Sukhoi-Bisnis-Harga diri-dan Duka cita

Berikut adalah beberapa foto-foto yang diambil oleh seorang traveller dan photografer Rusia dan di publish di salah satu blognya. Foto-foto yang dipostingnya ada yang berkenaan dengan tournya Sukhoi di Asia, termasuk di Indonesia 9 Mei 2012 lalu.

Sukhoi tinggal landas dari bandara SoeTa



 





Autopilot saat terbang di Singapure

Akan berat bagi Sukhoi untuk diterima tanpa rasa was-was oleh masyarakat Indonesia. Kecelakaan pesawat tersebut pada tanggal 9 Mei 2012 lalu memberikan bekas yang tidak mungkin sembuh hanya dengan memberikan uang asuransi yang besar pada keluarga korban. 
Secara pribadi, saya turut berbela sungkawa atas meninggalnya para korban pada kecelakaan naas tersebut. Terlepas dari apapun pemicunya, saya tidak ingin mengambil asumsi sebagaimana merebak di berbagai media dengan spekulasi-spekulasinya. Kalau pun toh dari black box yang nanti ditemukan, lalu tim penyidik berhasil menyimpulkan penyebabnya, tetap saja memori yang sudah digoreskan 9 Mei 2012 di Gunung Salak ini tidak dapat dihapus begitu saja dari benak masyarakat Indonesia.

Kita ingat ungkapan iklan salah satu produk di televisi, “Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah Anda”. Iya, kesan pertama itu sangat menentukan. Kita tahu bahwa memang tidak ada sesuatu hal yang sempurna, namun seberapa besar perbandingan antara kesempurnaan dan errornya. Jika kesan pertama itu sangat menarik, belum tentu moment-moment selanjutnya pun menarik, tapi setidaknya kita dapat menduga setidaknya hal menariknya lebih banyak ketimbang yang tidak menariknya. Lain hal jika kesan pertama itu buruk, maka secara naluriah kita akan men-judge moment-moment selanjutnya lebih banyak buruknya ketimbang menariknya.

Tapi tentu ini kembali kepada kita semua, terlebih bagi pihak Sukhoi dan perusahaan yang mengimport pesawat (yang katanya) canggih nan murah ini. Bagi mereka selain mendanai asuransi korban-korban kecelakaan, yang terpenting selanjutnya adalah membayar mahal untuk pengembalian citra jika kerjasama ini akan diteruskan. Mereka pasti akan menggandeng media, dan ini bukan perkara kecil.

Tapi lupakanlah Sukhoi, sebagai seorang teknokrat saya lebih bangga memiliki N-250, atau setidaknya negara ini pernah menciptakan sendiri pesawat komersial andalannya. Saya melihat perjuangan yang sangat panjang untuk menciptakan pesawat canggih di kala itu. Bermula dari pak BJ. Habibie yang merekrut orang-orang Indonesia bekerja di industri pesawat terbang di Jerman. Mempertahankan semuanya dengan berbagai strategi saat terjadi pengurangan karyawan di Jerman. Hingga semuanya kembali ke Indonesia dan menempatkan cita-citanya jauh ke langit.

Dunia pun tercengang, kala impian menjadi nyata, N250 buatan tangan-tangan hebat, mulus mengangkasa. Saat itu kita menyadari bahwa negeri ini ternyata bisa. N250 bukanlah pesawat asal bikin, besi terbang yang kita buat adalah satu-satunya pesawat twin turboprop di dunia yang menggunakan teknologi fly by wire. Tercanggih saat itu, bahkan hingga kini. Mampu terbang tanpa mengalami dutch roll.

Tapi dimanakah kini perasaan membanggakan itu? Adakah segelintir pemuda-pemuda negeri ini yang bisa membangkitkan kembali kebanggaan ini? Kita nyaris menjadi nomor satu di dunia aircraft. Kita nyaris menghentikan ketergantungan dengan Boeing, Airbus 320 apalagi Sukhoi. Kita nyaris mengalahkan ATR, Bombardier, Dornier, dan Embraer. Kita nyaris membuat jembatan angkasa milik kita sendiri.

Adakah Anda, saya dan pemuda-pemuda negeri ini berhenti dari ke-”galau”-an, berhenti dari ketergantungan produk import, dan kembali merajut cita-cita besar negeri ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

...read them below or add one