satu dua tiga

satu... dua... tiga...

menghitung langkah sepi yang semakin terdengar jelas mendekati. merekam sunyi beradegan mesra dengan hitam dan bercerita tentang luka. semakin gelap. semakin hampa. meski diterangi. meski terisi. ironisnya malam semakin senang bersenggama dengan galau. kupikir sudah berhasil kujauhi segala keriaan tentang gundah ini di kemarin yang sedih.

satu... dua... tiga...

langkah-langkah kecil itu semakin jelas menggema di sudut-sudut otak kotorku. dimana kamu? suara-suara lirih mulai menggangguku. mereka berbisik tentang berisik. mereka berujar tentang sukar. mereka berkata tentang resah. kututup telingaku rapat-rapat agar mereka tak bisa masuk dan semakin mengotori otakku yang lelah. aku hanya ingin kamu.

satu... dua... tiga...

sepi sudah berdiri di hadapanku. begitu dingin. begitu kaku. mereka kini berdenging-denging menyiksa telingaku. dimana kamu? sekali lagi aku mencarimu. jangan biarkan sepi menculikku sekali lagi. temani aku. bawa aku pergi dari sunyi ini. mereka kini asing. mereka membawa bising yang kosong. dan yang kulihat hanya lorong-lorong. apakah kamu menungguku di ujung sana?

satu... dua...

derap langkah sepi terhenti. seperti membias menjadi mimpi. dan aku baru saja terbangun. meski ternyata cuma melamun. mataku terkatup. kutajamkan pendengaran. meski sunyi tak mau kedengaran. mereka hanya diam-diam menyusup di antara letih yang berbagi dengan sedih. tapi aku tidak boleh menangis lagi. tidak boleh ada airmata yang menitik hingga rasaku mati.

tiga...

langkah terakhir menepi. tiba-tiba sepi. terhampiri. kamu tetap tak di sini. tak juga di ujung lorong. kosong. nyatanya aku memang sendiri. apakah kamu benar-benar sudah pergi? atau kemarin semuanya hanya mimpi. khayal. lamun. angan. meski hadir tempatmu bukan di sini. walau ada kamu tak pernah benar-benar ke sini. karena di sini yang tinggal cuma sepi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

...read them below or add one